Makalah tentang Banjir
BANJIR
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar Teknik Pengendalian dan
Konservasi Lingkungan
Disusun oleh :
Kelompok 2 TEP-A
Ayustin Mei Linda Ulfa 151710201002
Ika Nurhasanah 151710201024
Rochmat Taufik Hidayat 151710201025
Mario Dwi Adrianto 151710201030
Usamah Abdul Hamid 151710201030
Fitra Maulana 151710201105
Summeyatun Wahyunei 131710201042
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan peristiwa yang timbul karena adanya
perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Bencana
tersebut dapat disebabkan oleh keadaan alam seperti perubahan iklim yang tidak
menentu, semakin meningkatnya pemanasan global, pencemaran air yang dapat
menyebabkan terjadinya banjir, erosi, kekurangan sumber air, dapat membuat
sumber penyakit, tanah longsor, dapat merusak ekosistem sungai, selain
pencemaran air pencemaran udara, efek rumah kaca dan sebagainya juga
berpengaruh terhadap masalah lingkungan. Terjadinya suatu bencana dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian terhadap manusia, korban jiwa, serta
dampak psikologis.
Banjir merupakan suatu fenomena alam yang didahului oleh
hujan dengan intensitas yang tinggi dan dengan durasi yang cukup lama di suatu
aliran. Jika daya serap air oleh permukaan tanah yang terbatas maka sisa air
akan mengalir di permukaan tanah. Aliran yang mengalir tersebut akan mengalir
keseluruh daerah dan berkumpul di aliran akhir yaitu sungai. Apabila kapasitas
aliran sungai tidak mencukupi maka air akan meluap dan menyebabkan genangan air
banjir. Bencana banjir dapat terjadi karena gagalnya fungsi tanggul penahan
banjir, tingginya curah hujan dan durasi hujan utamanya dipengaruhi oleh letak
dan kondisi topografi/geografi suatu daerah, iklim, siklus tahunan iklim, dan
juga perubahan iklim global, serta daya serap atau kemampuan tanah untuk
menahan air yang dipengaruhi oleh jenis tanah, kondisi topografi/geografi
tanah, jenis dan intensitas tanaman/pohon-pohonan yang semakin berkurang.
Terjadinya banjir dapat ditanggulangi dengan memperbaiki
fungsi sungai dan selokan, melakukan reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman
dan pepohonan yang dapat menyerap air dengan cepat, memperbanyak dan
menyediakan lahan terbuka hijau, mengurangi pembangunan di tepi sungai dan
pembangunan gedung-gedung tinggi dan besar yang dapat menyebabkan kurangnya ruang
terbuka hijau.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui definisi banjir dan hal-hal yang terkait didalamnya.
2.
Mengetahui tentang perubahan iklim dan efek rumah kaca.
3.
Mengetahui tentang siklus hidrologi.
4. Mengetahui
dampak yang disebabkan oleh banjir pada bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.
5. Mengetahui
cara mitigasi dan adaptasi pada bencana banjir.
6. Mengetahui
etika dan kearifan lokal masyarakat dalam menangani masalah banjir.
1.3 Manfaat
1.
Dapat mengetahui banjir dan hal-hal yang terkait didalamnya.
2.
Dapat mengetahui tentang perubahan iklim dan efek rumah kaca.
3.
Dapat mengetahui tentang siklus hidrologi.
4. Dapat mengetahui
dampak yang disebabkan oleh banjir pada bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.
5. Dapat
mengetahui cara mitigasi dan adaptasi pada bencana banjir.
6. Dapat
mengetahui etika dan kearifan lokal masyarakat dalam menangani masalah banjir.
BAB
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir memiliki beberapa pokok pembahasan yang perlu dikaji diantaranya
sebagai berikut:
2.1.1 Pengertian Banjir
Banjir atau (flood) adalah suatu fenomena alam yang
mana didahului oleh hujan dengan intesitas tinggi dengan durasi yang cukup lama
di suatu daerah aliran. Apabila daya serap air oleh tanah setempat terbatas
maka sisa air akan mengalir dipermukaan tanah. Aliran dari daerah yang tinggi
menuju yang rendah yaitu aliran sungai. Jika kapasitas aliran sungai tidak
dapat mencukupi maka air akan meluap bahkan tertahan dan menjadi genangan
banjir (Pawirodikromo, 2012). Banjir secara umum merupakan debit aliran air
dalam sungai dalam jumlah yang tinggi, atau lebih besar dari kondisi normal
akibat hujan yang turun dari hulu maupun disuatu tempat yang terjadi secara
terus – menerus, sehingga air tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada,
maka air melimpah keluar menggenangi daerah sekitarnya(Wismarini dan Ningsih,
2010).
2.1.2
Faktor – faktor terjadinya Banjir
Faktor – faktor terjadinya
banjir sangat beragam. Hal tersebut tidak lepas dari dua komponen, yaitu faktor
alam dan faktor manusia. Faktor alam yang membuat terjadinya banjir antara lain hujan deras, curah hujan tinggi, aliran
sungai alami yang kecil, berubahnya iklim, dan sebagainya. Kemudian faktor
manusia atau hasil ulah manusia seperti eksploitasi hutan, pembalakan liar, penggundulan
tanaman bakau, buang sampah sembarangan, dan bermukim didaerah tepi sungai
(Ramdhani, 2009).
a.
Beberapa faktor banjir yang disebabkan oleh peran manusia secara tidak
langsung:
1.
Curah hujan tinggi menyebabkan debit air sungai lebih besar dari kapasitas
alur sungainya, sehingga timbul genangan pada daerah dataran banjir.
2.
Aliran pada anak sungai tertahan oleh aliran pada sungai induknya.
3.
Terjadinya pembendungan pada aliran akhir sungai akibat air pasang laut.
4.
Terjadi penyempitan alur sungai “Bottle
Neck” atau “ambal alam” sehingga menimbulkan pembendungan muka air sungai.
b.
Beberapa faktor banjir yang disebabkan oleh peran manusia secara langsung:
1.
Tumbuhnya daerah pemukiman didaerah dataran banjir sehingga alur sungai
menyempit.
2.
Pembuatan bangunan yang dibangun di sepanjang sungai terutama pada kondisi
banjir (kincir – kincir air, jembatan, dan sebagainya).
3.
Kesadaran masyarakat disepanjang pemukiman dekat sungai. Buang sampah
sembarangan.
4.
Usaha untuk pemulihan banjir yang kurang digalakan (Setiawan, Tanpa tahun).
2.1.3
Ciri- ciri dan Akibat Banjir
Menurut Soemarno (2011) banjir memiliki beberapa ciri-ciri dan akibat yang
ditimbulkan, yaitu sebagai berikut.
1.
Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang
hari.
2.
Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
3.
Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan
manusia.
4.
Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di
tempat-tempat yang rendah.
5.
Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
6.
Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
2.2 Perubahan Iklim dan Efek Rumah Kaca
Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan
perubahan-perubahan sistem terhadap ekosistem di bumi, antara lain perubahan
iklim yang ekstrim, mencairnya es sehingga permukaan air laut naik, dan
perubahan pola dan jumlah presipitasi. Adanya perubahan sistem dalam ekosistem
ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi seperti terpengaruhnya hasil
pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbeagai jenis hewan.
2.2.1 Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan berubahnya pola iklim dunia yang mengakibatkan fenomena cuaca yang tidak
menentu. Iklim erat hubungannya dengan perubahan cuaca dan pemanasan global,
pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia menambah gas-gas
rumah kaca ke atmosfer (Hidayati dan Suryanto, 2015). Berikut ini merupakan unsur-unsur yang memengaruhi perubahan iklim.
1.
Suhu atau temperatur udara
Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas
molekul dalam atmosfer. Pengukuran suhu atau temperatur udara dinyatakan dalam
skala Celcius (C), Reamur (R) , dan Fahrenheit (F). Udara timbul karena adanya radiasi panas
matahariyang diterima bumi.
2.
Tekanan Udara
Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya
berat dan lapisan udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu
saat berubah-ubah. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah
tekanan udaranya.
3.
Angin
Angin merupakan salah satu unsur cuaca dan iklim. Angin
adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah
bertekanan udara rendah.
4.
Kelembaban
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung
dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu.
5.
Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu
daerah dalam waktu tertentu. Hujan adalah butiran-butiran air yang dicurahkan
dari atmosfer turun ke permukaan bumi.
Ada dua macam penyebab
perubahan iklim, pertama yaitu peningkatan gas rumah kaca dan berkurangnya
lahan yang dapat menyerap karbon dioksida. Gas rumah kaca utama yang meningkat
adalah karbon dioksida. Gas ini merupakan salah satu gas yang secara alamiah
keluar ketika kita menghembuskan nafas, juga dihasilkan dari pembakaran
batubara, atau kayu, atau dari penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin dan
solar. Kedua yaitu berkurangnya lahan
yang dapat menyerap karbon dioksida, dengan meningkatnya emisi dan berkurangnya
penyerapan, tingkat gas rumah kaca di atmosfer bisa menjadi lebih tinggi (Anonimus.
Tanpa Tahun).
2.2.2
Efek Rumah Kaca
Efek
rumah kaca (greenhouse effect) adalah
panas suhu bumi yang meningkat dan
disebabkan oleh gas – gas di atmosfer. Gas – gas kotor yang membuat
panas bumi tersebut adalah gas CO2 (karbon dioksida) dari asap
motor, CH4 (metana), N2O (dinitrooksida), CFC12
(klorofluokarbon), HFC, dan CF4.Gas – gas tersebut yang menahan di atmosfer menjadikan matahari memanasi
atmosfer.
2.3 Siklus Materi
Siklus materi merupakan perputaran meteri pada suatu
ekosistem. Materi terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Siklus
materi antara lain siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen,
dan siklus sulfur.
2.3.1
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air
bergerak dari bumi ke atmofir dan kemudian kembali ke bumi lagi dalam bentuk
hujan, salju, maupun es. Neraca air tahunan diberikan dalam nilai reltif
terhadap hujan jatuh didaratan. Siklus hidrologi terbagi menjadi tiga yaitu
siklus hidrologi pendek, siklus hidrologi sedang, dan siklus hidrologi panjang
(Wismarini dan Ningsih, 2010: 43). Menurut Hardiyanto et al. (2016:160) siklus hidrologi secara umum dapat dijabarkan
sebagai berikut.
1.
Evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan air dari laut,
danau ataupun sungai. Sedangkan transpirasi adalah proses pengupan yang terjadi
oleh karena respirasi tumbuhan hijau.
2.
Evapotranspirasi, adalah gabungan dari proses evaporasi dan transpirasi.
3.
Kondensasi, adalah proses perubahan wujud uap air hasil evaporasi, menjadi
kembali kebentuk yang lebih padat yaitu butiran-butiran air mikro yang
membentuk awan. Proses kondensasi ini dipengaruhi oleh suhu udara, awan dapat
terbentuk pada saat suhu udara dingin.
4.
Setelah mengalami proses kondensasi membentuk awan kemudian awan akan
mencapai kondisi jenuh. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi
bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
5.
Infiltrasi, adalah keadaan dimana air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem
air permukaan.
6.
Air Permukaan, adalah air yang bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan
aliran utama dan danau. Semakin landai suatu lahan dan makin sedikit pori-pori
tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Sungai-sungai bergabung satu sama
lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut.
2.4 Dampak Positif dan Negatif dari Banjir
Menurut
Setiawan (tanpa tahun) setiap bencana alam memiliki dampak negatif dan dampak yang dapat dilihat sebagai
berikut:
1.
Dampak positif bencana banjir biasanya bersifat jangkah panjang sesudah
banjir anatara lain:
a.
Banjir bisa menyeret bahan bahan yang menyubat di saluran air karena arus
banjir memiliki kekuatan lebih kuat dari pada arus biasa.
b.
Pengembalikan lahan tandus / kering menjadi lahan yang subur dengan
bertambahnya air.
c.
Dapat menambah cadangan air didalam tanah
d.
Dapat menjaga ekosistem di sungai
e.
Lumpur yang mengendap lama dapat meningkatkan kesuburan tanah
f.
Membuat manusia saling peduli karena dalam terkena dampak banjir mausia
akan saling membatu antara satu dengan yang lain.
g.
Mencari keuntungan akibat banjir seperti membuat jasa transportasi air.
2.
Dampak negatif bencana banjir biasanya bersifat pada saat kejadian dan
sesudah kejadian antara lain:
a.
Sarana dan prasarana mengalami kerusakan terhantam oleh arus banjir yang
kuat
b.
Erosi dan tanah longsor akibat terkikisnya lapisan tanah akibat air.
c.
Tercemarnya air bersih karena air banjir membawa kotoran dan menutupi
sumber sumber air seperti sumur sumur.
d.
Menggagu perekonomian karena lahan mata pencaharian tergenangair banjir.
e.
Terjadi wabah penyakit karena air bersih sudah tercemar.
2.5 Mitigasi dan Adaptasi Bencana
Bencana merupakan peristiwa yang timbul karena adanya
perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Bencana
tersebut dapat disebabkan oleh keadaan alam seperti perubahan iklim yang tidak
menentu. Selain disebabkan oleh alam juga bencana juga dapat disebabkan oleh
manusia. Dalam menghadapi bencana terdapat beberapa cara, yaitu dengan cara
mitigasi (pencegahan) dan adaptasi (penyesuaian) terhadap bencana.
2.5.1
Mitigasi Bencana
Mitigasi merupakan sebuah upaya perencanaan untuk
meminimalisir dampak negatif bencana terhadap manusia. Mitigasi bencana
merupakan salah satu dari kegiatan manajemen bencana, yang meliputi: 1)
kegiatan prabencana, yaitu kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, serta peringatan
dini; 2) kegiatan saat terjadi bencana, meliputi kegiatan tanggap darurat,
kegiatan SAR (search and resque), bantuan darurat, dan pengungsian, serta
kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi ( Suparmini et al,
2014).Kegiatan mitigasi antara lain dilakukan melalui pelaksanaa penataan
ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, penyelenggaraan
pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern
(Henita, 2014). Menurut Amni (2015) mengatakan bahwa mitigasi terbagi menjadi
dua bentuk yaitu struktural dan non struktural :
1.
Mitigasi struktural, berupa pembuatan infrastruktur sebagai pendorong
minimalisasi dampak dan penggunaan pendekatan teknologi. Contoh mitigasi secara
struktural yaitu.
a.
Membersihkan Saluran Drainase
Upaya pencegahan bencana banjir yang pertama bisa
dilakukan dengan membersihkan saluran air, seperti bendungan, sungai dan juga
selokan. Upaya ini bisa menjadi upaya yang sangat efektif dalam pencegahan
banjir, karena penyebab banjir kebanyakan dikarenakan sampah yang menumpuk di
sungai sehingga mengganggu aliran air.
b.
Membangun Tanggul
Pembangunan tanggul di pinggiran sungai bertujuan untuk
menjaga aliran air agar tetap pada sungai dan menahan air pada saat debit air
tinggi agar tidak meluap ke pemukiman
warga.
c.
Reboisasi
Reboisasi merupakan penanaman kembali hutan atau lahan
tandus, yaitu dengan menanam pohon, tujuan dalam penanaman pohon ini sangat
efektif bagi kelangsungan hidup yaitu meningkatkan sumber daya alam,
menghindarkan lingkungan hidup dari polusi udara dan juga dapata mencegah
terjadinya banjir.
d.
Mengosongkan lahan di dekat aliran sungai
Dengan banyaknya pemukiman yang dibangun di dataran
sepanjang sungai dapat mengganggu aliran air sungai, aliran sungai menjadi
tidak stabil karena pembangunan pemukiman warga sangat dekat dengan sungai
bahkan sampai ada yang membangun rumah diatas sungai.
2.
Mitigasi non struktural, berupa pengelolaan tata ruang dan pelatihan guna
meningkatkan kapasitas masyarakat. Gejala yang diamati adalah peningkatan
kapasitas masyarakat, melalui pengetahuan dan sikap, perencanaan kedaruratan
dan mobilisasi sumberdaya. Contoh mitigasi non-struktural yaitu.
a.
Memperbaiki Sarana dan Prasarana
Dilakukannya perbaikan sarana dan prasarana saluran
drainase dapat mencegah terjadinya banjir, karena apabila sarana dan prasarana
rusak seperti bendungan, sungai, dan saluran maka air tidak mengalir dengan
baik.
b.
Melakukan Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan kepada warga, dalam penyuluhan bisa
memberikan materi tentang bahaya banjir dan dampak setelah banjir. Dan juga
penyuluhan tentang larangan membuang sampah di sungai karena dengan membuang
sampah sembarangan akan berdampak pada meluapnya air sungai ke permukaan
sehingga terjadi banjir.
c.
Membentuk Kelompok Kerja
Pembentukan kelompok kerja menjadi salah satu cara yang
efektif. Hal inidikarenakan dengan membentuk kelompok kerja upaya-upaya
pencegahan bencana lebih efektif dalam pelaksanaannya karena dilakukan secara
berkelompok dan bisa dilakukan secara kontinyu.
2.5.2
Adaptasi Bencana
Adaptasi merupakan usaha dari mahluk hidup (terutama
manusia) untuk bereaksi terhadap keadaan luar atau lingkungan yang berubah
dikarenakan suatu bencana aatu hal lainnya, termasuk intervensi, gangguan dan
ancaman. Hal tersebut sesuai dengan konsep Homeosthasis yaitu suatu sistem
biologis untuk tetap bertahan terhadap adanya perubahan dan untuk tetap berada dalam
keseimbangan dinamis (state of equilibrium) dengan sekitarnya (Henita, 2014).
Strategi adaptasi yang dilakukan dalam masyarakat pasca
bencana alam dapat dilakukan dengan penanggulangan bencana alam yang tepat,
agar masyarakat bisa aktif kembali pasca bencana alam. Besarnya potensi ancaman
bencana alam yang setiap saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat serta guna meminimalkan resiko pada kejadian mendatang ,
perlu disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam penanganan dan pengurangan
resiko bencana baik di tingkat pemerintah ataupun masyarakat(Anonimus, Tanpa
Tahun). Adaptasi yang perlu
diperhatikan dalam aspek-aspek yang paling dibutuhkan di kehidupan manusia :
1.
Adaptasi dalam Pertanian
Bidang pertanian adaptasi bisa dilakukan oleh petani
yaitu dengan menanam atau mempersiapkan varietas tanaman yang bisa ditanami
saat musim hujan, kemarau, dan juga mampu hidup di cuaca yang ekstrim.
2.
Adaptasi ketersediaan air
Pengelolaan sumber daya air dilakukan sedini mungkin
untuk mempersiapkan akibat negatif dari bencana alam. Dengan pengelolaan air
bersih yang cukup guna menyediakan pada saat musim-musim tertentu seperti musim
kemarau dan hujan. Pengelolaan bisa dilakukan dengan pembangunan atau perbaikan
infrastruktur pendukung seperti waduk yang berfungsi untuk membendung air agar
proses pengaliran ke pemukiman dan lahan pertanian bisa teratur.
3.
Adaptasi kesehatan
Upaya adaptasi dalam bidang kesehatan bisa dilakukan
dengan penambahan fasilitas atau unit kesehatan yang memadai guna untuk
mengantisipasi masalah kesehatan yang timbul akibat adanya bencana.
4.
Adaptasi wilayah perkotaan
Upaya antisipasi bencana banjir di wilayah perkotaan
perlu ditingkatkan. Di daerah perkotaan perlu dibangun area hijau seperti
taman. Dengan adanya area hijau membantu penyerapan air sehingga walapun hujan
turun terus-menerus tapi kemungkinan terjadi banjir tidak tinggi
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Kerkaitan Antara Pemanasan
Global, Perubahan Iklim, dan Banjir
Pemanasan global adalah tidak seimbangnya lingkungan
hingga menyebabkan proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer dan daratan di
bumi. Seperti emisi gas rumah kaca dari hasil proses pembakaran bahan bakar
fosil (minyak bumi dan batu bara) inilah salah satu penyebab pemanasan
globalnya. Pemanasan yang membuat tidak seimbangnya lingkungan meliputi suhu
dan udara, menjadikan perubahan iklim dalam ekosistem yang memberi dampak pada
kehidupan di bumi. Dampak yang akan terjadi sehingga berkaitan dengan banjir
adalah :
1.
Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim
menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi perkiraan
musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim tanam yang sulit
diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka musim produksi panen
juga demikian. Hal ini berdampak pada curah hujan yang tidak seperti normalnya.
Ketika curah hujan melebihi batas normal akan membuat fenomena banjir di daerah
hujan tersebut.
2.
Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. Peristiwa ini
mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat
mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Kehidupan masyarakat yang
hidup di daerah pesisir terancam. Permukiman penduduk dilanda banjir rob akibat
air pasang yang tinggi, dan ini berakibat kerusakan fasilitas sosial dan
ekonomi. Jika ini terjadi terus menerus maka akibatnya dapat mengancam sendi
kehidupan masyarakat. Peningkatan muka air laut, air pasang dan musim hujan
yang tidak menentu juga menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas
banjir. Ketika hujan turun dengan deras maka yang akan terjadi volume air akan
lebih banyak dan mudah menjadikan banjir disuatu tempat.
3.2 Studi Kasus Mengenai Banjir di Kali Kemuning di
Kabupaten Sampang
Keberadaan Kali Kemuning seringkali menjadi ancaman bagi
masyarakat perkotaan di Sampang. Sebabnya, ketika musim hujan tiba, sungai
tersebut meluap hingga menggengani permuhan warga maupun areal persawahan yang sangat
merugikan. Selain itu, terjadinya banjir mengakibatkan terhentinya aktivitas
harian masyarakat dan juga terputusnya jalur darat yang menghubungkan Kab.
Pamekasan dan Kab. Bangkalan.
3.2.1
Tata Kelola Lingkungan di DAS Kali Kemuning Kabupaten Sampang
Kondisi lahan disepanjang kali Kemuning saat ini telah
banyak terjadi perubahan. Hal ini disebabkan telah terjadinya degradisi lahan.
Degradasi lahan merupakan fenomena penurunan daya dukung lahan yang
mengakibatkan penurunan produktivitas lahan. Penyebab degradasi lahan dapat
dibagi dua yaitu sebab alamiah dan yang disebabkan oleh tata guna tata olah
lahan. Salah satu bukti adanya perubahan tata una lahan yaitu di daerah
Kabupaten Sampang Madura di bagian hulu Kali Kemuning sekarang telah banyak
yang digunakan sebagai kawasan pemukiman dan persawahan. Hal ini berakibat pada
kurangnya daerah penyerapan dibagian hulu. Air yang tidak bisa diserap kemudian
mengalir di sungai kemuning dan membawah sedimen dan membuat saluran sungai
mengalami pendangkalan. Pendangkalan sungai ini akan berakibat buruk bagi
lingkungan DAS karena dapat menyebabkan banjir. Berdasarkan prinsip tata kelola
lingkungan untuk DAS yang mencakup aspek ekonomi, kelembagaan, dan lokasi hal
seperti diatas seharusnya tidak terjadi. Adapun prinsip tata lingkungan yang
seharusnya di terapkan di DAS Kali Kemuning Kabupaten Sampang.
1.
Aspek Ekonomi
Prinsip yang paling utama dari aspek ekonomi ini
menekankan pada seberapa efisien dan efektif pengolahan DAS. Adapaun upaya yang
telah dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Sampang dalam pengelolahan DAS
kemuning yaitu penggerukan untuk mengurangi sedimentasi serta perbaikan dan
pembuatan salur drainase di perkampungan menuju sungai. Cara ini dinilai paling
efisien dan efektif untuk menanggulangi banjir di daerah ini. Hal ini
dikarenakan penyebab utama terjadinya banjir didaerah ini yaitu pendangkalan
sungai dan kurangnya drainase.
2.
Aspek Kelembagaan
Aspek kelembaagan ini meliputi lembaga yang berperan
didalamnya dan peraturan yang diterapkan. Lembaga yang berperan aktif dalam
masalah banjir di kawasan Kali Kemuning ini yaitu yang pertama pemerintah
daerah Kabupaten Sampang selaku pembuat kebijakan dalam menyelesaikan masalah
banjir. Kedua, yaitu petugas PU (Pekerja Umum), disini petugas PU memiliki
peran untuk merawat dan mengelola lingkungan disekitar Kali Kemunging. Ketiga
yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar Kali Kemuning. Masyarakat memiliki
peran yang cukup penting dalam hal pengelolahan DAS Kali Kemuning. Hal ini
dikarena sebagian besar faktor terjadinya banjir disebabkan oleh kegiatan
masyarakat disana, seperti mendirikan bangunan di sekitar sungai dan melakukan
alih fungsi lahan menjadi pemukiman.
Upaya pemerintah dalam penanggulangan bencana untuk
mengurangi dampak resiko bencana banjir dengan melakukan beberapa program
pembangunan seperti pada pasal 6 (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Selain itu juga pemerintah daerah
Kabupaten Sampang juga menghimbau kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga
DAS dan penghijauan pada bagian hulu dan hilir. Hal ini sesuai dengan beberapa
peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah seperti :
1.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya AlamHayati
dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 No. 49;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).
2.
UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 mengenai etika lingkungan.
3.
UU No. 26 Th 2007 tentang penataan ruang.
4.
UU No. 7 Th 2004, PP No. 37 Th 2012, PP No. 38 Th 2011 dan lain-lain
mengenai pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).
5.
PP No. 60 Th 2012, PP No. 61 Th 2012 mengenai pengelolaan hutan.
6.
UU RI No 23 Tahun 1997 mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
7.
PP mengenai pencemaran lingkungan hidup yaitu PP No 41 Th 1999, PP No. 27
Th 1999, PP No. 82 Th 2001 dan lain-lain.
3.
Aspek Lokasi
Aspek
lokasi ini berkaitan dengan pendirian bangunan di bantaran Kali Kemuning.
Seharusnya bendirian pemukiman ini
berjarak kurang lebih 50-100 m dari pinggir sungai. Tujuanya agar tidak terjadi
penciutan volume sungai dan agar ekosistem di pinggir sungai tetap terjaga.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sampang ini yaitu dengan
melakukan normalisasi bangunan dibantaran Kali Kemuning. Tujuannya yaitu untuk
mengembalikan bentuk dari DAS Kali Kemuning, selain itu juga untuk menjaga
ekosistem yang ada di Kali Kemuning.
3.2.2
Keadaan Topografi Kabupaten Sampang
Kabupaten Sampang terdiri atas bentangan perbukitan, ketinggian tempat
antara 0 – 300 meter dpl dan kemiringan dengan rata – rata antara 2 - 25%. Daerah
aliran sungai Kali kemuning mempunyai luas kurang lebih 345km dengan elevasi
bagian hulu kurang lebih 200m dan elevasi bagian hilir kurang lebih 4m dari
permukaan air laut ke sungai. Keadaan seperti ini sangat mendukung atas
terjadinya proses erosi tanah yang mebawa sedimen – sedimen dari bagian atas yang
akan menyebabkan pengendapan dialiran sungai dan menyebabkan pendangkalan
sungai sehingga daya tampung sungai akan air hujan yang terus menerus
menyebabkan banjir. Disamping keadaan topografi, banjir dikarenakan keadaan
lingkungan alam yang tidak mendukung proses siklus hidrologi atau proses
perputaran air di permukaan bumi.
3.2.3 Pengaruh perubahan iklim terhadap terjadinya banjir di kali
Kemuning
Rata-rata curah hujan di Kabupaten Sampang
adalah sekitar 91,78 mm/tahun, sedangkan rata-rata jumlah hari - hari hujan
mencapai 6,47 hh/tahun.Kelembapan udara mencapai rata-rata66
- 70 persen, sedangkan untuk suhu udara di Sampang rata-rata 25-32 derajat
Celsius. Kemudiankecepatan angin di
Sampang rata-rata 45 kilometer per jam dari arah tenggara.Berdasarkan data yang ada,
curah hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Kedungdung yakni 173,58 mm/tahun,
sedangkan curah hujan terendah terdapat diKecamatan Sreseh.Dengan keadaan cuaca di daerah Sampang seperti itu,
membuat intensitas hujan di daerah tersebut semakin tinggi. Hasilnya banyak
daerah sampang tergenang banjir setiap tahunnya. Begitu pula yang membuat kali
Kemuning meluap kedataran hingga terjadi banjir ketika hujan deras (Anonimus,
Tanpa Tahun).
3.2.4 Keterkaitan Siklus Hidrologi dengan Banjir pada Kali Kemuning
Kabupaten Sampang
Siklus
hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke atmofir
dan kemudian kembali ke bumi lagi dalam bentuk hujan, salju, maupun es. Siklus
hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air ini sangat mempengaruhi
terjadinya beberapa bencana pada permukaan bumi. Pengaruh siklus hidrologi terhadap
bencana di permukaan bumi yaitu saat terjadinya hujan. Tingginya curah hujan
ini dapat menimbulkan beberapa bencana salah satunya yaitu banjir. Salah satu
daerah di Indonesia yang sering dilanda banjir pada musim penghujan yaitu
bantaran Kali Kemuning Kabupaten Sampang.
Dalam kurun waktu satu tahun daerah ini biasanya mengalami banjir
sebanyak 4 kali. Seringnya terjadi banjir di daerah ini yaitu di sebabkan curah
hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Curah hujan tahunan di daerah ini
mencapai 91,78 mm/ tahun dan rata-rata jumlah hari hujan yaitu sekitar 6,47
hh/tahun (Triwidiyanto dan Navastara, 2013: 43).
Selain itu
terjadinya banjir juga disebabkan karena proses infiltrasi air yang tidak
maksimal. Terganggunya proses infiltrasi ini disebabkan karena banyaknya alih
fungsi lahan menjadi pemukiman dan persawahan yang menyebabkan proses
penyerapan air menjadi terganggu. Hal ini menyebabkan air yang harusnya diserap
kedalam tanah akhirnya tergenang di daratan dan mengakibatkan banjir.
3.2.5 Penyebab Terjadinya Banjir pada Kali Kemuning Kabupaten Sampang
Penyebab
terjadinya banjir di Kabupaten Sampang khususnya di bantaran Kali Kemuning
meliputi beberapa faktor sebagai berikut;
1.
Penebangan hutan
tanpa adanya tebang pilih, serta pencurian kayu hutan yang menyebabkan hutan
gundul dan terjadi lahan kritis dan percepatan erosi.
2.
Perubahan alih
fungsi lahan di area hulu menjadi area perkotan dan persawahan.
3.
Disaat curah hujan
yang tinggi area hulu dan disekitarnya tidak dapat menyerap air karena
pepohonan yang berfungsi sebagai penyerapan berubah menjadi pemukiman
4.
Air yang tidak bisa
diserap kemudian mengalir di sungai kemuning dan membawah sedimen dan membuat
saluran sungai mengalami pendangkalan.
5.
Pendangkalan sungai
kemuning menyebabakan meluapnya air karena daya tampung debit air yang tidak
memadai dan berdampang diarea pemukiman dan persawahan
6.
Membuang sampah
sembarang yang menyebabkan sungai Kemuning menyadi sempit.
7.
Iklim yang tidak
menentu, sehingga sulit mengantisipasi resiko terjadinya banjir.
8.
Letak topografi
kabupaten sampang yang terdiri dari bentangan perbukitan, ketinggian tempat
antara 0-300 m dpl dan kemiringan lereng rata-rata antara 2-25%. Sehingga
mendukung terjadinya erosi tanah.
3.2.6 Dampak Terjadinya Banjir pada Kali Kemuning Kabupaten Sampang
Bencana banjir yang terjadi pada bantaran Kali Kemuning memiliki
beberapa dampak sebagai berikut:
1.
Dampak lingkungan yang menyebabkan rusaknya infrastruktur seperti, rusaknya
bangunan dan isinya, tergenangnya rumah-rumah warga, tergenangnya bangunan
sekolah, rusaknya tanggul dan jembatan, dan tercemarnya air bersih.
2.
Dampak sosial yang mengakibatkan terganggungan hubungan sosial seperti,
terganggunya proses belajar mengajar di sekolah dan meningkatnya wabah
penyakit.
3.
Dampak ekonomi yang mengakibatkan terganggunya perekonomian warga seperti,
hilangnya mata pencaharian, terganggunya proses perdagangan pasar, dan
masyarakat tidak mampu membangun kembali rumahnya sehingga kualitas hidupnya
menurun.
3.2.7
Mitigasi dan Adaptasi Bencana Banjir di Kali Kemuning Kabupaten Sampang
Upaya pemerintah dalam penanggulangan bencana untuk
mengurangi dampak resiko bencana banjir dengan melakukan beberapa program
pembangunan seperti pada pasal 6 (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Adapun program pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah pada saat kegiatan prabencana dan kegiatan saat
bencana yaitu :
a. Kegiatan prabencana
1.
Pembuatan reserver atau pengendalian dam anak sungai yang masuk dalam
suplai kali kemuning.
2.
Rehabilitasi bantaran dan tanggul sungai yang mengalami pendangkalan di
sepanjang kali kemuning. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi perbaikan dan
pemulihan DAS sampai tingkat yang memadai pada wilayah dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalan secara wajar. Rehabilitasi bisa dilakukan
dengan mengosongkan pemukiman yang ada di sekitar bantaran sungai guna
memperlancar aliran sungai.
3.
Kegiatan normalisasi sungai yaitu menciptakan kondisi sungai dengan lebar
dan kedalaman tertentu agar mampu mengalirkan air sehingga tidak terjadi
luapan. Kegiatan normalisasi bisa dilakukan dengan membersihkan sungai dari
endapan lumpur dan memperdalamnya agar kapasitas sungai dalam menampung air
lebih banyak.
4.
Perbaikan dan pembuatan salur drainase di perkampungan menuju sungai.
Kegiatan ini bisa dilakukan dengan memperbaiki sarana dan prasarana DAS yang
mengalami kerusakan guna saat terjadi banjir sarana dan prasaranan yang ada
dapat berjalan sesuai semestinya.
b. Kegiatan saat terjadi bencana
a.
Pembangunan unit-unit kesehatan pada saat terjadi bencana alam.
b.
Mempersiapkan posko tempat pengungsian bagi masyarakat.
c.
Menyediakan sandang dan pangan bagi masyarakat yang terkena bencana banjir.
d.
Pertolongan pertama oleh tim SAR guna menolong masyarakat yang terkena
bencana banjir.
Adaptasi yang perlu diperhatikan dalam aspek-aspek yang
paling dibutuhkan di kehidupan manusia:
1.
Adaptasi dalam lingkungan
Perbaikan sarana dan prasarana
lingkungan seperti memperbaiki DAS yang rusak akibat terjadinya bencana banjir.
Memperbaiki daerah pemukiman warga yang rusak akibat bencana banjir. Karena
setelah terjadi bencana banjir akan menimbulkan kerusakan sehingga perlu
diperbaiki agar berfungsi seperti semula.
2.
Adaptasi ketersediaan air
Pengelolaan sumber daya air dilakukan sedini mungkin
untuk mempersiapkan akibat negatif dari bencana alam. Dengan pengelolaan air
bersih yang cukup guna menyediakan pada saat musim-musim tertentu seperti musim
kemarau dan hujan. Pengelolaan bisa dilakukan dengan pembangunan atau perbaikan
infrastruktur pendukung seperti waduk yang berfungsi untuk membendung air agar
proses pengaliran ke pemukiman dan lahan pertanian bisa teratur. Pembuatan
tempat penampungan air bersih juga perlu dilakukan guna mempersiapkan pada saat
terjadi bencana banjir, karena pada saat bencana banjir terjadi akan susah
memperoleh air bersih.
3.
Adaptasi kesehatan
Upaya
adaptasi dalam bidang kesehatan bisa dilakukan dengan penambahan atau
memperbaiki fasilitas atau unit kesehatan yang memadai guna untuk
mengantisipasi masalah kesehatan yang timbul akibat adanya bencana alam. Dengan
menambah fasilitas kesehatan dapat mengantisipasi pada saat terjadi banjir,
karena pada saat bencana banjir terjadi banyak masyarakat yang terserang
penyakit.
4.
Adaptasi wilayah perkotaan
Upaya
antisipasi bencana banjir di wilayah perkotaan perlu ditingkatkan. Di daerah
perkotaan perlu dibangun area hijau seperti taman. Dengan adanya area hijau
membantu penyerapan air sehingga walapun hujan turun terus-menerus tapi
kemungkinan terjadi banjir tidak tinggi.
3.2.8
Peran Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal Mengatasi Permasalahan
Terjadinya masalah lingkungan seperti banjir saat ini
juga diakibatkan semakin rendahnya masalah moral, dan perilaku manusia
(Budianta, Tanpa Tahun: 2). Pengelolaan yang baik terhadap lingkungan sangat
berpengaruh terhadap keberlanjutan hidup manusia. Tujuan dilakukannya
pengelolaan ini agar manusia terhindar dari bencana seperti banjir. Masyarakat
di kali Kemuning misalnya, yang sering mengalami bencana banjir setiap tahunnya
yang diakibatkan, oleh alih fungsi lahan manjadi pemukiman serta penyempitan
daerah aliran sungai akibat pemukiman, kurangnya daerah resapan air akibat
penebangan pohon tanpa tebang pilih dan tanpa adanya reboisasi, serta
diakibatkan kurang berfungsi maksimal DAS untuk menampung aliran air sungai,
sehingga air meluap dan menyebabkan bencana banjir.
Etika lingkungan merupakan disiplin lingkungan mengenai
hubungan moral manusia dengan lingkungan
untuk dapat memberikan pengetahuan yang arif dan memberikan solusi dari
permasalahan yang terjadi di lingkungan, selain itu juga diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran, tanggung jawab, upaya, dan penghargaan terhadap
lingkungan (Marfai, 2012: 19). Oleh karena itu diperlukan etika lingkungan,
seperti peraturan yang sudah ditetapkan mengenai pentingnya menjaga lingkungan.
Pengelolaan lingkungan sebagai sistem ekologi telah diatur dalam undang-undang
yaitu.
1.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990Nomor 49;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).
2.
UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 mengenai etika lingkungan.
3.
UU No. 26 Th 2007 tentang penataan ruang.
4.
UU No. 7 Th 2004, PP No. 37 Th 2012, PP No. 38 Th 2011 dan lain-lain
mengenai pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).
5.
PP No. 60 Th 2012, PP No. 61 Th 2012 mengenai pengelolaan hutan.
6.
UU RI No 23 Tahun 1997 mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
7.
PP mengenai pencemaran lingkungan hidup yaitu PP No 41 Th 1999, PP No. 27
Th 1999, PP No. 82 Th 2001 dan lain-lain.
Selain peraturan seperti diatas, juga ada peraturan
mengenai Penanggulangan terjadinya bencana yaitu Pasal 6 (a) UU RI No 24 Th
2007. Semua peraturan terebut diharapkan masyarakat dapat lebih menjaga
kelestarian lingkungan, dengan mentaati dan lebih menjaga etika lingkungan yang
baik, dengan melakukan perbaikan terhadap tata kelola lingkungan serta
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang samapah
sembarangan dan tidak melakukan penebangan pohon secara berlebihan tanpa adanya
reboisasi.
Menurut Marfai (2012: 33), kearifan merupakan perwujudan
seperangkat pemahaman dan pengetahuan yang mengalami proses perkembangan oleh
suatu kelompok masyarakat atau suatu komunitas dalam berinteraksi di suatu
sistem dan dalam satu ikatan hubungan yang saling menguntungkan. Kearifan lokal
disimpulkan sebagai kepribadian, identitas kultural masyarakat yang berupa
nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, dan aturan yang diterima
masyarakat.
Kearifan lokal yang diwujudkan dalam bentuk prilaku
adaptif terhadap lingkungan mempunyai peran penting dalam dinamika lingkungan
dan pengurangan resiko terjadinya bencana. Masyarakat di daerah Kali Kemuning
Kabupaten Sampang yang berada di daerah pesisir madura memiliki kearifan lokal
yaitu Ritual atau tradisi yang disebut “Rokat” oleh penduduk setempat. Tujuan
dilakukannya tradisi atau ritual “Rokat” ini selain sebagai ungkapan rasa
syukur, juga agar diberikan keselamatan dan kelancaran rezeki. Selain itu
ritual atau tradisi ini juga dianggap sebagai salah satu cara untuk tola’ bala’
(mencegah terjadinya bencana). Adanya ritual atau tradisi “Rokat” diharapkan
dengan adanya bencana seperti banjir yang sering terjadi dalam setiap tahunnya
tidak memberikan dampak yang besar bagi masyarakat di daerah kali Kemuning,
Kab. Sampang Madura. Selain itu, masyarakat di kali Kemuning juga memiliki
kearifan lokal, yaitu dilakukannya kerja bakti atau gotong royong saat banjir
terjadi yang hampir setiap tahunnya dengan membersihkan lingkungan disekitar,
perbaikan sarana dan prasarana serta infrastuktur yang rusak akibat banjir dan lain-lain.
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
1.
Pemanasan global disebabkan oleh adanya polusi udara yang akan menyebabkan
efek rumah kaca sehingga berdampak pada perubahan iklim dan akan menyebabkan
cuaca hujan yang ekstrem sehingga bisa menimbulkan bencana banjir.
2.
Terjadinya banjir pada Kabupaten Sampang dikarenakan meluapnya kali
kemuning yang disebabkan oleh banyaknya pengendapan di sepanjang aliran sungai.
3.
Penyebab terjadinya banjir disebabkan oleh beberapa faktor seperti buang
sampah sembarangan, penebangan hutan liar, alih fungsi lahan menjadi daerah
pemukiman, iklim yang tidak menentu dan letak topografi di kabupaten sampang.
4.
Bencana banjir akan mengakibatkan beberapa dampak seperti dampak
lingkungan, sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
5.
Upaya pemerintah untuk pencegahan (mitigasi) di kali kemuning kabupaten
sampang dengan melakukan beberapa program pembangunan seperti pada pasal 6 (a) Undang-Undang
Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penaggulangan Bencana.
1.2 Saran
1.
Manusia dalam hal ini berperan penting dalam menjaga kelestarian alam dan
lingkungan agar dapat mengurangi terjadinya bencana seperti banjir.
2.
Pentingnya dilakukan reboisasi dan perbaikan pada DAS agar dapat mengurangi
dampak terjadinya banjir saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
3.
Perlunya kesadaran sejak dini mengenai pentingnya menjaga lingkungan untuk
kelangsungan hidup manusia dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak
menebang pohon secara berlebihan tanpa adanya penanaman kembali, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Amni
Zarkasyi Rahman. 2015. Kajian Mitigasi
Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Banjarnegara. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=405476&val=8841&title=KAJIAN%20MITIGASI%20BENCANA%20TANAH%20LONGSOR%20DI%20KABUPATEN%20BANJARNEGARA.
[Diakses pada 23 Februari 2017].
Anonimus.
Tanpa Tahun. Kabupaten Sampang. http://bappeda.jatimprov.go.id/bappeda/wp-content/uploads/potensi-kab-kota-2013/kab-sampang-2013.pdf [ Diakses pada 28 Februari 2017].
Anonimus.
Tanpa Tahun. lib.ui.ac.id/file?file=digital/124278-S...Hubungan%20iklim...pdf.[
Diakses pada 20 Februari 2017].
Anonimus.
Tanpa Tahun.
http://repository.usu.ac.id/bits-tream/123456789/3-1455/4/Chapter%20II.pdf.
[Diakses pada 23 Februari 2017].
Budianta, D.
Tanpa Tahun. Pentingnya Etika Lingkungan Untuk
Meminimalkan Global Warming.
http://eprints.unsri.ac.id/197/2/PENTINGNYA%2520ETIKA%2520LING KUNGAN.pdf
[Diakses pada 21 Februari 2017].
Hardiyanto,
Isnanto, R. R., dan Windasari, I. P. 2016. Pembuatan plikasi Augmented Reality Siklus Hidrologi
sebagai Media Pembelajaan Berbasis Android. Jurnal
Teknologi dan Sistem Komputer. 4(1): 159-166.
Henita
Rahmayanti. 2014. Adaptasi Masyarakat
Kota Rawan Bencana.http://unj.ac.id/bauk/wp-content/uploads/2015/09/Adaptasi-Masyarakat-Kota-Rawan-Bencana1.pdf.
[Diakses pada 23 Februari 2017].
Hidayati dan
Suryanto. 2015. Pengaruh Perubahan
Iklim Terhadap Produksi Pertanian dan Strategi Adaptasi pada Lahan Rawan
Kekeringan. journal.umy.ac.id/in-dex.php/esp/article/download/1217/1275. [Diakses
pada 20 februari 2017].
Marfai, M.
A. 2012. Pengantar Etika Lingkungan Dan
Kearifan Lokal. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Pawirodiromo,
W. 2012. Seismologi Teknik dan Rekaya
Kegempaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ramdhani, L.
E. 2009. Banjir Sebagai Dampak
Deforestasi Di Kal-Tim. http://download .Portalgaruda.org/article.
php?article = 250626& val= 6
702&title=BANJIR%20SEBAGAI%20DAMPAK%20DEFORESTASI%20DI% 20KAL-TIM [Diakses
pada 20 Februari 2017].
Setiawan, I.
Tanpa Tahun. Bencana Alam dan Peran
Manusia.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197106041999031-IWAN_SETIAWAN/bencana_alam_dan_manusia.pdf
[Diakses pada 21 Februari 2017].
Soemarno.
2011. Pendugaan Resiko Bencana.
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/PENDUGAAN-RISIKO-BENCANA-DAN-PENGELOLAANNYA.doc
[Diakses pada 21 Februari 2017].
Suparmini,
Setyawati S, Sumunar D, R, S. 2014. Mitigasi
Bencana Berbasis Kearifan Lokal
Masyarakat Baduy.
journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/download/.../2995. Jurnal
Penelitian Humaniora, Vol. 19, No.1, April 2014: 47-64. [Diakses pada 23
Februari 2017].
Triwidiyanto,
A., dan Navastara, A. M. 2013. Pemintakatan Resiko Bencana Banjir Akibat Luapan
Kali Kemuning di Kabupaten Sampang. Jurnal
Teknik Pomits. 2(1): 43
Wismarini,
D., dan Ningsih, D. H. U. 2010. Analisis Sistem Drainase Kota Semarang Berbasis
Sistem Informasi Geografi dalamMembantu Pengambilan Keputusan bagi Penanganan
Banjir.Jurnal Teknologi Informasi
DINAMIK. 15(1): 41-51.
Komentar
Posting Komentar